BIOMANZI - BINTIK BUTA DAN TITIK DEKAT
A. Tabulasi Data
B. Interpretasi
Daftar Pustaka
Nangsari, Nyanyu Syamsiar. 1988. Pengantar Fisiologi Manusia. Jakarta: Depdikbud
Soewolo, dkk. 2003. Fisiologi Manusia, Edisi Revisi. Malang: UNM Press
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC
1. Bintik Buta
No
|
Naracoba
|
Jarak Bintik Buta
| |||
Dengan kacamata
|
Tanpa kacamata
| ||||
Kanan (cm)
|
Kiri (cm)
|
Kanan (cm)
|
Kiri (cm)
| ||
1.
|
Ayunda
|
45
|
44
|
40
|
42
|
2.
|
Lina
|
-
|
-
|
39
|
40
|
3.
|
Fika
|
-
|
-
|
34
|
38
|
4.
|
Rulis
|
-
|
-
|
45
|
47
|
5.
|
Pandu
|
-
|
-
|
36
| |
6.
|
Suci
|
36
|
41
|
51
|
57
|
7.
|
Reno
|
37
|
41
|
39
|
41
|
8.
|
Rizky
|
-
|
-
|
45
|
47
|
2. Pandang dekat
No
|
Naracoba
|
Jarak Pandang Dekat
| |||
Dengan kacamata
|
Tanpa kacamata
| ||||
Kanan (cm)
|
Kiri (cm)
|
Kanan (cm)
|
Kiri (cm)
| ||
1.
|
Ayunda
|
9,5
|
9,5
|
10,1
|
10
|
2.
|
Lina
|
-
|
-
|
12
|
9
|
3.
|
Fika
|
-
|
-
|
9
|
8
|
4.
|
Rulis
|
-
|
-
|
6,5
|
8,5
|
5.
|
Pandu
|
-
|
-
|
6
|
4
|
6.
|
Suci
|
15,5
|
10,7
|
12
|
10,3
|
7.
|
Reno
|
10
|
8
|
10
|
9
|
8.
|
Rizky
|
-
|
-
|
6
|
10,5
|
Berdasarkan data pada tabulasi data dapat diketahui bahwa jarak bintik buta dan pandang dekat setiap orang berbeda-beda dengan skala perbedaan yang tidak terlalu jauh. Berdarkan tabel 1 dan 2 kita dapat mengetahui bahwa perbedaan bintik buta dan pandang dekat berbeda untuk mata kanan dan mata kiri setiap naracoba, berbeda pula naracoba satu dengan naracoba yang lain. Penggunaan kacamata tidak menjamin semakin pendek atau semakin panjang-nya jarak bintik buta dan jarak pandang dekat seseorang. Jarak bintik buta dan jarak pandang dekta bisa lebih panjang pada orang yang berkacamata dan adapula yang lebih pendek pada orang yang berkacamata.
Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka jarak bintik buta dan pandang dekat akan di-rata-rata terlebih dahulu.
1. Bintik Buta
a. Dengan kacamata
Mata kanan = (45 + 36 + 37)/3 = 39,3 cm
Mata kiri = (44 + 41 + 41)/3 = 42 cm
b. Tanpa kacamata
Mata kanan = (40 + 39 + 34+ 45 + 51+ 39 + 45)/7 = 41,86 cm
Mata kiri = (42 + 40 + 38+ 47 + 36+ 57 + 41+47)/8= 43,5 cm
Dari hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa bintik buta antara mata kanan dan mata kiri tidak jauh berbeda ± 2,7 cm, pada yang berkacamata dan ± 1,64 cm pada mata tapa kacamata. jarak bintik buta dengan kacamata dan tanpa kacamta tidak menunjukkan perbedaan yang berarti yaitu ± 2,56 cm untuk mata kanan dan ± 1,5 cm untuk mata kiri.
2. Pandang dekat
a. Dengan kacamata
Mata kanan = (9,5 + 15,5 + 10)/3 = 11,6 cm
Mata kiri = (9,5 + 10,7 + 8)/3 = 9,4 cm
b. Tanpa kacamata
Mata kanan = (10,1 + 12 + 9+ 6,5 + 6+ 12 + 10+ 6)/8 = 8,95 cm
Mata kiri = (10 + 9 + 8+ 8,5 + 4+ 10,3 + 9 +10,5)/8= 8,66 cm
Dari hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa jarak pandang mata kanan dan mata kiri tidak jauh berbeda ± 2,2 cm untuk mata denga kacamata dan ± 0,29 cm untuk mata tanpa kacamata. antara mata berkacamata dan mata tidak berkacamata memiliki perbedaan yang tidak terlalu berarti yaitu ± 2,65 cm untuk mata kanan dan ± 0,74 cm untuk mata kiri.
C. Pembahasan
Bintik buta adalah bagian mata yang tidak dapat merangsang cahaya karena idak memiliki fotoreseptor. Dalam percobaan ini semua naracoba teridentifikasi memiliki daerah bintik buta pada mata yang ditandai dengan hilangnya gambar titik (.) ketika alat perga digerakkan mendekati mata. Hal ini terkait pula dengan kemampuan akomodasi mata untuk memfokuskan pandangan pada satu titik.
Bila dilihat pada tabulasi data, naracoba Pandu tidak mampu teridentifikasi bintik butanya pada mata kanan, artinya ambar titik tetap terlihat pada jarak terdekat dengan mata. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurang fokus ketika melakukan pengujian dan akomodasi matanya tidak digunakan secara baik atau sesuai dengan perintah (langkah kerja). Selain itu,kesalahan pada penguji yang menggerakkan alat penguji dapat pula menjadi penyebabnya.
Bintik buta pada mata kanan dan mata kiri tidak terlalu berarti yaitu ± 2,56 cm dan ± 1,5 cm. ini bermakna bahwa bintik buta kemungkinan besar tidak dipengaruhi oleh penggunaan alat bantu penglihatan. Percobaan ini hanya dimaksudkan untuk mengetahui ada-tidaknya bintik buta mata seseorang, tetapi apabila jarak yang ditunjukkan oleh hasil pengukuran menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mata kanan dan mata kiri, kemungkina naracoba mengalami gangguan miopi atau hipermetropi. Meskipun dalam kelompok ini ada yang menggunakan kacamata, namun jika dilihat pada tabulasi data, perbedaan antara yang berkacamata dengan naracoba yang tidak berkacamata tidak signifikan.
Pada titik dekat atau pandang dekat naracoba yang notabene berusai ± 20 tahun memiliki jarak titik deekat 10,4 cm (Nangsari, 1988). Pada hasil percobaan, mata dengan kacamata : mata kanan ± 11,6 cm dan mata kiri ± 9,4 cm dan tanpa kacamata: mata kanan ± 8,95 cm dan mata kiri ± 8,66 cm. Jika dibandingkan dengan teori jarak titik dekat hasil pengukuran menunjukkan hasil pengukuran yang lebih panjang dan lebih pendek, namun masih dapat dikatakan normal. Jika dilihat pada tabulasi data, data setiap naracoba perbedaan jarak antara tiap naracoba, perbedaan ekstrim ditunjukkan pada hsil pengukuran pada naracoba Pandu yaitu 4 cm untuk mata kiri dan 6 cm untuk mata kanan. Selain Pandu, mata kanan naracoba Suci ketika menggunakan kacamata jarak pandangnya (titik dekat) menjadi 15,5 cm.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena daya akomodasi mata terkait mengalami penurunan kemampuan berakomodasi sehingga bayangan yang terbentuk bisa jatuh di depann retina atau dibelakang retina ketika benda terlalu jauh atau benda terlalu dekat. Pandu kemungkinan mengalami mata miopi dan begitu juga Rizky pada mata kanan. Sedangkan Suci kemungkinan mengalami hipermetropi pada mata kanan ketika menggunakan kacamata, tetapi cenderung normal pada saaat tidak menggunakan kacamata.
Kesalahan-kesalahan yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran antaralain, cara menggerakkan alat pengujian oleh penguji terlalu cepat/terlalu lambat/ kurang tepat., serta kurang fokus dan kurang konsentrasi dari penguji dan naracoba ketika melakukan pengujian.
Daftar Pustaka
Nangsari, Nyanyu Syamsiar. 1988. Pengantar Fisiologi Manusia. Jakarta: Depdikbud
Soewolo, dkk. 2003. Fisiologi Manusia, Edisi Revisi. Malang: UNM Press
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC
Komentar
Posting Komentar